Prayogi/Republika

Lindung Nilai dengan Emas

Investasi emas kerap digunakan untuk melindungi aset kekayaan dari inflasi.

Novita Intan

Bagi masyarakat Indonesia, investasi emas bukan hal asing. Ibu atau istri yang menjadi pengelola keuangan rumah tangga, kerap melirik perhiasan emas. Logam mulai itu tidak sekadar digunakan untuk menunjukkan kelas sosial, tapi juga sebagai sarana berinvestasi.

 

Seiring waktu, masyarakat kian melek berinvestasi emas. Simpanan emas dalam bentuk batangan kian diminati karena nilainya lebih terjaga daripada emas perhiasan. Dengan perkembangan teknologi, kini investasi emas bahkan sudah bisa dilakukan secara daring.

 

Perencana keuangan Diana Sandjaja menyampaikan, investasi emas instrumen tepat sebagai alat lindung nilai. Emas nilainya terjaga dan akan terus naik. “Emas juga likuid sehingga mudah dijadikan uang kembali,” ujar Diana kepada Republika, beberapa waktu lalu.

 

Diana menjelaskan, investor yang membeli emas saat ini memproyeksikan dapat menjual emasnya dalam beberapa tahun ke depan. Kala itu, harga emas naik dan investor mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual beli tersebut.

 

Meski begitu, Diana mengingatkan masyarakat untuk berinvestasi emas batangan bukan perhiasan yang mudah ditransaksikan di pasar.

 

“Miliki juga emas batangan 24 karat yang mudah ditransaksikan di dalam negeri dan umum sehingga ketika kita ingin menjualnya mudah dan tidak diragukan lagi kualitas emas yang kita simpan,” ucapnya.

 

Diana mengatakan, investasi emas kerap digunakan sebagai alat lindung nilai atau menjaga nilai kekayaan agar tidak tergerus inflasi. Emas memiliki karakteristik akan mengalami kenaikan ketika situasi ekonomi sedang turun atau terjadi kontraksi.

 

“Karena emas sebagai safe haven ketika pasar finansial turun maka investor beralih ke instrumen yang lebih stabil,” ucapnya.Diana mengatakan, jangka waktu investasi emas bergantung kebutuhan investor.

“Namun, bila ingin menikmati keuntungan dari harga selisih jual beli maka investasi dalam bentuk logam mulia bisa memberikan keuntungan signifikan jika di-hold di atas lima tahun,” ucapnya.

 

Berdasarkan data Antam, perkembangan harga emas sejak akhir 2014 hingga Agustus 2020, mengalami lonjakan 89,25 persen, yakni dari Rp 544.250 per gram menjadi Rp 1.030.000 per gram.

 

Meski begitu, lonjakan tinggi terutama baru terjadi dalam masa pandemi Covid-19. Pada Maret 2020, harga emas Antam dihargai Rp 815 ribu per gram. Jadi, terjadi lonjakan harga 26,38 persen hingga Agustus 2020.

 

Dalam periode sebelum Covid-19, pergerakan harga emas relatif landai. Sejak 2014 hingga 2019, rata-rata kenaikan harga emas per tahun 6,05 persen. Angka itu lebih tinggi daripada tingkat inflasi yang terjadi dalam kisaran lima tahun terakhir, sekitar 3 persen per tahun.

 

Pergerakan harga turut berkontribusi positif terhadap penjualan emas. Direktur Teknologi Informasi dan Digital Pegadaian Teguh Wahyono menyatakan, harga emas yang sempat mencetak rekor pada 2020 membuat nasabah jual beli emas Pegadaian meningkat.

 

"Terlihat dari nasabah kita dalam enam bulan itu bertambah 1,2 juta nasabah dengan saldo emas total 5 ton," kata Teguh dalam paparan kinerja Pegadaian semester I 2020.

 

Dari sisi nilai, rata-rata per akun tabungan emas mencapai 1,7 gram dan didominasi usia milenial. Itu berarti, kata Teguh, peningkatan jumlah nasabah berasal dari kalangan penabung atau investor pemula pemuda.

 

Sementara itu, penjualan emas dalam enam bulan terakhir sekitar 10 ton. Artinya, kenaikan harga emas juga banyak dimanfaatkan masyarakat untuk mengambil keuntungan. Ini seiring kondisi masyarakat yang memprioritaskan untuk memegang uang.

Perencana keuangan Melvin Mumpuni menilai, kini kebanyakan masyarakat membeli emas lalu dijual saat keadaan darurat. Artinya, masyarakat menempatkan instrumen emas sebagai dana darurat daripada sarana investasi guna menuai keuntungan maksimal.

 

Meski begitu, menurut Melvin, menabung emas sebagai instrumen dana darurat tak salah. Logam mulia itu memiliki sejumlah karakter yang memudahkan dalam keadaan darurat, seperti sifatnya yang likuid dan bahkan bisa digadaikan.

 

Di samping itu, investor juga masih bisa meraih keuntungan, terutama ketika terjadi gejolak perekonomian seperti saat ini. “Contoh kasus sekarang, banyak investor global wait and see setelah beberapa negara mengumumkan resesi,” ucapnya.

 

Meski begitu, Melvin mengingatkan masyarakat menghitung biaya yang bisa timbul dari berinvestasi emas. Dengan begitu, investasi tak menimbulkan kerugian. Dia mencontohkan, adanya spread harga jual beli yang cukup tinggi.

 

Harga beli emas Antam pada 20 Agustus 2020 lalu misalnya,  sebesar Rp 1.030.000 per gram. Sementara, harga jualnya hanya sebesar Rp 928 ribu per gram. Dengan demikian, terjadi selisih Rp 102 ribu per gram.

 

Selain itu, terdapat komponen biaya untuk penyimpanan emas fisik maupun biaya pencetakan emas yang dibeli secara digital. Melvin mengatakan, secara umum, terutama di luar masa pandemi, investasi emas tidak selalu memberikan keuntungan yang besar.

 

Namun, sesuai karakter emas yang bisa dimanfaatkan sebagai dana darurat, Melvin mengatakan, investasi emas bisa dilakukan kapan saja.