THOUDY BADAI/REPUBLIKA
Idealisa Masyrafina
Tahun pertama dalam periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin dilalui dengan masa-masa sulit, Covid-19 menyerang Indonesia. Serangan virus yang menyasar saluran tenggorokan dan pernapasan itu juga sesungguhnya terjadi di hampir semua belahan dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun kemudian mengategorikannya sebagai pandemi.
Pemerintah sejauh ini sudah banyak melakukan langkah strategis penanganan dan pencegahan agar Covid-19 tidak semakin menyebar dan memperpanjang deretan jumlah penderita. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pun dibentuk dari pusat hingga kabupaten/Kota untuk mencegah penularan virus yang mematikan itu. Langkah lainnya adalah menangani dan membantu masyarakat, pelaku UMKM, kreditor, hingga perusahaan yang terdampak ekonomi akibat dari pandemi ini.
Dalam langkah penanganannya, masing-masing pemerintah daerah (pemda) melakukan berbagai upaya pencegahan penularan virus, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Wilayah-wilayah padat penduduk dan pusat ekonomi, seperti Jabodetabek, dipantau secara khusus oleh masing-masing kepala daerah hingga gubernur dan pemerintah pusat.
Seperti Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang pindah kantor sementara ke Kota Depok agar koordinasi penanganan Covid-19 dengan DKI Jakarta lebih selaras. Apalagi, sekitar 70 persen kasus Covid-19 Jawa Barat berasal dari Kota/Kabupaten Bogor, Depok, dan Kota/Kabupaten Bekasi.
Sebelumnya, DKI Jakarta serta wilayah-wilayah padat penduduk lainnya juga menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat kasus penularan Covid-19 mencapai kenaikan signifikan. Tantangan penanganan Covid-19 tidak hanya berdasarkan kepadatan dan mobilitas penduduk, tetapi juga kecukupan fasilitas kesehatan serta alat pelindung diri (APD) untuk para tenaga medis.
Pada awal pandemi, tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam penanganan Covid-19 mengalami kekurangan berbagai APD hingga alat rapid test. Menurut laporan tahunan 2020 yang dirilis Kantor Staf Presiden, saat itu sebanyak 16 ribu tenaga kesehatan dan 3.500 dokter internship harus menangani pasien Covid-19 dengan fasilitas seadanya.
Kasus Covid-19 terus bertambah sejak ditemukan pada awal Maret 2020, dengan akumulasi kasus positif mencapai sekitar 390 ribu orang. Untuk mencegah penyebaran kasus agar tidak terus meluas, pemerintah melakukan berbagai langkah cepat dalam penyediaan fasilitas pelindung tenaga medis.
Tercatat, pemerintah telah menghimpun sekurangnya 11 juta APD dari belasan negara dan lembaga-lembaga non-pemerintah. Selain itu, pemerintah menggenjot produksi masker dan APD dalam negeri dengan melibatkan berbagai unsur elemen masyarakat, termasuk sekolah kejuruan dan industri rumahan.
"Hasilnya produksi APD di dalam negeri sudah mencapai 17 juta per bulan," tulis laporan tersebut.
Pemerintah juga menyiapkan ketersediaan alat tes, baik untuk tes cepat (rapid test) maupun tes usap PCR. Pelacakan juga digencarkan guna mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.
Fasilitas kesehatan untuk penanganan Covid-19 terus ditingkatkan. Terdapat 140 rumah sakit rujukan Covid-19 di seluruh Indonesia, yang terdiri atas rumah sakit umum hingga swasta. Tenaga-tenaga kesehatan di puskesmas juga dibekali alat pelindung diri serta protokol penanganan pasien Covid-19 sebelum merujuk ke rumah sakit terdekat.
Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, perkembangan kasus Covid-19 di sejumlah daerah di Jawa, Bali, NTT, dan NTB kini semakin membaik untuk kasus positif mingguan.
"Di Pulau Jawa, Bali, NTT, dan NTB mengalami perkembangan signifikan ke arah yang baik untuk kasus positif mingguan," ujar Wiku dalam konferensi pers.
Tren penambahan kasus positif Covid-19 harian terlihat melandai dalam satu bulan terakhir, dengan rata-rata kasus harian nasional masih di atas 4.000-an orang setiap harinya. Kendati begitu, melandainya tren kasus harian juga tak bisa disimpulkan bahwa penularan Covid-19 di Indonesia mulai bisa dikendalikan.
Kalahkan rasa bosan
Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono, menyatakan masyarakat harus mengalahkan rasa bosan dalam menjalani protokol kesehatan untuk terus mencegah penyebaran virus korona.
"Ini merupakan satu tantangan yang besar dalam penanganan pandemi. Apalagi, masyarakat sudah melakukan pembatasan sosial serta protokol kesehatan selama lebih dari enam bulan," kata Miko.
Mengalahkan rasa bosan dan menerapkan pembatasan sosial harus tetap dipelihara meskipun vaksin Covid-19 telah tersedia kelak. Protokol kesehatan, lanjut dia, harus tetap dilakukan hingga mencapai kekebalan kelompok (herd immunity).
Pemerintah telah memastikan bahwa vaksin untuk Covid-19 akan segera tersedia dan disalurkan dalam waktu dekat. Akan tetapi, Kementerian Kesehatan mengingatkan kembali bahwa vaksin bukan penyelesaian dari pandemi.
"Kalau ada persepsi bahwa sudah divaksin, selamat tinggal masker dan protokol kesehatan, itu tidak bisa dilaksanakan. Ini persepsi yang salah," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Achmad Yurianto.
Dari sebanyak 39 kandidat vaksin Covid-19, yang diperkirakan akan segera selesai tahap uji klinis adalah vaksin dari perusahaan farmasi Cina, Sinovac Biotech. Untuk memastikan keamanan dan kehalalannya, pemerintah mengirim tim dari Kemenkes, Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, bersama BPOM, Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta BUMN Penghasil Vaksin Bio Farma untuk bertemu dengan produsen vaksin Sinovac.
Setelah dipastikan kehalalannya, vaksin akan diberikan kepada 9,1 juta warga, yang mendapatkan layanan vaksin pada akhir tahun ini. Untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) sebanyak 70 persen penduduk perlu divaksinasi. Masyarakat yang berusia 18-59 tahun dan petugas medis menjadi prioritas penerima vaksin Covid-19.
Pemerintah menargetkan untuk menyelesaikan pemberian vaksin pada 160 juta penduduk pada 2021, dengan total 320 juta vaksin untuk dua kali penyuntikan. Selain dengan produsen obat Cina, pemerintah juga telah memesan vaksin dari produsen obat lainnya. Salah satunya adalah produsen obat asal Inggris, AstraZeneca, yang diperkirakan mulai masuk pada Maret 2021.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengungkapkan, tren kasus aktif virus korona di Indonesia menurun drastis. Begitu juga, dengan angka kesembuhan yang semakin tinggi.
"Jumlah kasus sembuh sudah melebihi angka 300 ribu, ini adalah kabar baik. Angka persentasenya adalah 79,7 persen dan angka kasus sembuh ini lebih tinggi dari kasus angka sembuh dunia, yaitu 75,1 persen," katanya.
Kasus kematian akibat Covid-19 juga cenderung menurun walaupun angkanya masih berada di atas rata-rata dunia, yang berada di kisaran 2,85 persen. "Kita terus mengejar untuk menurunkan kasus meninggal ini, sehingga sama atau kurang dari kasus meninggal dunia.”
Menurut Wiku, angka-angka tersebut menunjukkan penurunan yang cukup drastis dari waktu ke waktu. “Ini tentu perkembangan yang sangat baik," katanya lagi.
Dia melanjutkan, pemerintah terus berharap agar kasus aktif korona di Indonesia terus menurun. Kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, dan menjaga jarak), menjadi peranan yang sangat penting dan kunci utama dalam mencegah penyebaran Covid-19.
"Kasus aktif diharapkan, dapat terus menurun dan ditekan hingga tidak ada kasus aktif sama sekali dan semuanya sembuh," ujarnya.