HAFIDZ MUBARAK A/ANTARA

Jurus Kilat Cipta Kerja

Pemerintah juga menggelontorkan subsidi gaji untuk pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta.

DESSY SUCIATI SAPUTRI

Sebelum pandemi Covid-19 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2020 merilis jumlah pengangguran di Indonesia bertambah, menjadi sekitar 6,88 juta orang. Pada periode ini, jumlah angkatan kerja nasional sebanyak 137,91 juta orang. Ada penambahan sekitar 60 ribu pengangguran selama satu tahun sejak Februari 2019.

 

Namun, setelah pandemi Covid-19 melanda Indonesia, pemerintah melalui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut angka pengangguran bertambah 3,7 juta akibat pandemi hingga Juli 2020. Jika dijumlahkan, jumlah pengangguran di Indonesia melonjak sekitar 10,58 juta orang hanya beberapa bulan setelah pandemi menerjang seluruh Indonesia.

 

Saat itu, Suharso optimistis pemerintah mampu mengatasi persoalan makin banyaknya jumlah pengangguran ini. Salah satunya adalah memberi stimulus bagi pengusaha, melebarkan defisit RAPBN 2021, dan menaikkan belanja pemerintah. "Utamanya untuk mencegah terjadinya bertambahnya jumlah orang miskin, bertambahnya pengangguran. Itu semua akan kita cegah dengan cara seperti itu," kata Suharso kala itu.

 

Tampaknya, upaya pemerintah tak berhenti sampai di situ. Pemerintah yang saat itu sudah mengusulkan draf Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja bersama DPR berusaha selekasnya merampungkan pembahasan. Bahkan, dalam sejarah pembahasan antara DPR dan pemerintah, omnibus law untuk merangkum setidaknya ada puluhan UU yang disederhanakan melalui UU Ciptaker ini.

 

Palu pimpinan Sidang Paripurna DPR sudah diketok untuk mengesahkan omnibus law Ciptaker pada Senin (5/10) kemarin. Pengesahan yang dinilai sebagian pihak tergesa-gesa ini memicu beragam reaksi. Selama hampir dua pekan terjadi gelombang aksi penolakan terhadap pengesahan UU Ciptaker. Mulai dari aliansi buruh hingga mahasiswa dari seluruh Indonesia.

Pemerintah dan DPR bergeming. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pihak mana pun yang kurang puas dengan pengesahan UU Ciptaker untuk mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden saat menggelar pertemuan dengan kepala daerah menegaskan, UU Ciptaker dibutuhkan Indonesia. Alasannya, pertama, UU ini diperlukan untuk membuka lapangan kerja baru.

 

Jokowi mengatakan, penciptaan lapangan kerja baru ini diperlukan, khususnya di sektor padat karya. “Jadi, UU Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta para pengangguran,” ujar dia di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (9/10) lalu. Kedua, UU Cipta Kerja dinilai akan memudahkan pelaku UMKM untuk membuka usaha baru.

 

Jokowi menyebutkan, aturan-aturan di dalam UU Ciptaker justru mempermudah masyarakat melalui penyederhanaan regulasi. Ketiga, UU Ciptaker dinilai pemerintah untuk mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

 

Dikritik

Penjelasan Presiden dan pemerintah ternyata tidak memuaskan masyarakat. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj pernah mengeluarkan pernyataan, UU Ciptaker hanya menguntungkan konglomerat.

 

“Undang-undang cipta kerja namanya, disingkat ‘cilaka’, itu jelas-jelas tidak seimbang, hanya menguntung satu kelompok, hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor, tapi menindas, menginjak kepentingan atau nasib para buruh, para petani, rakyat kecil,” ujarnya saat memberikan sambuatan secara virtual dalam kegiatan PKKMB Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Rabu (7/9), beberapa waktu lalu.

 

Ia mengakui, kepentingan konglomerat harus tetap dijamin, tapi rakyat kecil juga harus dijamin agar tidak merugi dengan adanya UU Cipta Kerja ini, khususnya menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan. “Pendidikan dianggap lembaga seperti perusahaan, ini tidak benar. Kita harus melakukan judicial review, minta ditinjau ulang, tapi dengan cara elegan, bukan cara anarkistis,” kata Kiai Said.

 

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti usai pertemuan dengan Presiden Jokowi mengaku sudah mengusulkan agar pelaksanaan UU Ciptaker ditunda. “Untuk menciptakan situasi yang tenang dan kemungkinan perbaikan. PP Muhammadiyah mengusulkan agar Presiden dapat menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja sesuai peraturan yang berlaku,'' ujar Abdul Mu'ti. Di sisi lain, tantangan untuk mengadu argumen di MK langsung direspons sejumlah pihak. Tercatat, MK sudah menerima tiga gugatan uji materi UU Ciptaker hingga tengah bulan Oktober 2020.

UU Cipta Kerja untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.

Subsidi gaji

Di sisi lain, pemerintah juga menggelontorkan bantuan subsidi gaji untuk menekan dampak pandemi di kalangan buruh dan pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, bantuan pemerintah berupa subsidi gaji/upah (BSU) yang telah disalurkan kepada pekerja/buruh sebanyak 12.166.471 atau setara dengan 98,09 persen. Menaker mengatakan, masih ada pekerja/buruh yang belum menerima BSU ini.

 

"Sampai saat ini yang belum mendapatkan sekitar 150 ribuan karena ada kekurangan atau ketidaksesuaian data," kata Menaker, Selasa (20/10) kemarin. Berdasarkan data Kemenaker per 19 Oktober 2020, bantuan subsidi gaji/upah tahap I telah tersalurkan kepada 2.485.687 penerima (99,43 persen), tahap II sebanyak 2.981.531 penerima (99,38 persen). Kemudian, tahap III sebanyak 3.476.120 penerima (99,32 persen), tahap IV sebanyak 2.620.665 penerima (94,09 persen), dan tahap V sebanyak 602.468 penerima (97,39 persen).

 

Dalam raker dengan Komisi IX DPR, pemerintah diingatkan untuk berhati-hati dalam mengimplementasikan subsidi gaji ini. Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mempertanyakan data penerima bantuan yang masih sangat sedikit.

 

Politikus PAN tersebut menduga pemerintah belum siap menerapkan program bantuan tersebut. Ia mencontohkan kasus serupa juga terjadi pada insentif tenaga kesehatan (nakes) yang belum selesai. “Kenapa? Karena enggak siap pemerintah," ujarnya.

 

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia meminta Kemenaker membuka akses pengaduan masyarakat terkait penyaluran bantuan subsidi gaji. Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, layanan pengaduan bisa untuk memonitor penyaluran agar tepat sasaran. Tulus melanjutkan, YLKI juga berharap Kemenaker terus melakukan monitoring dan evaluasi dalam pencairan pertama bantuan subsidi gaji tesebut.

 

Oleh karena itu, ia meminta agar nama-nama penerima subsidi gaji dibuka ke masyarakat. Upaya ini bagian dari transparansi dalam penyaluran bantuan subsidi gaji. "YLKI minta nama-nama penerima subsidi gaji di-publish agar masyarakat bisa mengontrol untuk memastikan tepat sasaran," ujarnya.