Scroll Down
wikipedia
Ingatlah bahwa prajurit kita bukan prajurit sewaan, bukan prajurit yang mudah dibelokkan haluannya. Kita masuk dalam tentara karena keinsyafan jiwa dan sedia berkorban bagi bangsa dan negara (1949).
SHARE
Kepanduan Muhammadiyah, Hizbul Wathan, menjadi pintu pembuka bagi Soedirman untuk terjun total ke dalam gelanggang Muhammadiyah. Dari kepanduan itu, Soedirman kemudian aktif di Pemuda Muhammadiyah.
Sosoknya, seperti yang direkam dalam beberapa pustaka memperlihatkan Soedirman sebagai organisatoris tulen. Ia bisa duduk menjadi wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah wilayah Banyumas pada 1937. Jabatannya ini mensyaratkan Soedirman lebih aktif lagi bergerak mengikuti ritme organisasi.
Ia hadir di Kongres Muhammadiyah. Salah satu kehadirannya yang terekam pada 1939 di Muktamar Muhammadiyah ke-29 di Yogyakarta. Soedirman hadir sebagai perwakilan Banyumas. Di arena kongres itu ia mengusulkan agar setiap pandu Hizbul Wathan mengenakan celana panjang saja. Ini untuk mengantisipasi para pandu sibuk mencari sarung saat hendak shalat di tengah kegiatan. Dengan celana panjang mereka bisa lekas wudhu dan shalat. Usulan ini diterima dan diterapkan kemudian.
Di Pemuda Muhammadiyah pula kecakapan Soedirman berdakwah diasah. Salah satu saksi dakwah Soedirman yang juga kawan aktivis di organisasi, Hardjomartono (85 tahun saat diwawancara), mengingat Soedirman sering memberikan pelajaran kemuhammadiyahan di daerah Rawalo, Banyumas, kemudian keluar ke Purbalingga, Banjarnegara, Purwokerto. Dalam sebulan Soedirman bisa mengunjungi beberapa daerah.
Hardjomartono mengingat, seperti dikutip dari Sardiman, dalam bukunya, Panglima Besar Jenderal Sudirman Kader Muhammadiyah (2000), salah satu dakwah pendek Soedirman di Rawalo. []
Dakwah Sedirman
ke Pemuda
q
Dakwah Soedirman
q
Dalam ceramahnya Soedirman menekankan tentang tauhid, pentingnya hidup berpegang pada agama, nasionalisme, perjuangan mencapai kemerdekaan.
SHARE
repro buku panglima besar jenderal soedirman, tjokropranolo
Panglima Soedirman dan Letkol Soeharto bertemu di Solo, Jawa Tengah, sebelum Soedirman kembali ke Yogyakarta.
Dalam periode menjadi guru dan kepala sekolah ini, Soedirman juga mengembangkan potensinya di bidang dakwah dan pengajian. Majalah Pusat Sejarah TNI Senakatha edisi 100 Tahun Soedirman (2016) memaparkan Soedirman dewasa sangat aktif dalam bidang keagamaan. Ia mengikuti pengajian dan tabligh di sekitar Banyumas, meskipun untuk itu ia harus berjalan kaki berkilo-kilometer.
"Dalam ceramahnya Soedirman menekankan tentang tauhid, pentingnya hidup berpegang pada agama, nasionalisme, perjuangan mencapai kemerdekaan," demikian dikutip dari Senakatha. Disebutkan pula, safari dakwah Soedirman kian luas. Selain Cilacap dan Banyumas, Soedirman juga biasa diajak berdakwah ke Serayu, Majenang, Wanareja, perbatasan Brebes. Sementara di kotanya, pusat dakwah Soedirman dipusatkan pada sebuah masjid kecil di Kampung Rambutan, Cilacap.
Salah satu saksi dakwah Soedirman adalah Roedhiyanto. Ia mengatakan, Soedirman banyak belajar dakwah dari R Moh Kholil. Kholil adalah salah satu tokoh perintis yang membawa Muhammadiyah ke Cilacap. Hubungan keduanya, kata dia, layaknya bapak dan anak. "Mereka memiliki kesamaan ide dan pandangan. Sehingga dalam menentukan keputusan dan melakukan tindakan, Pak Dirman masih selalu datang kepada Bapak (Kholil), bahkan hingga masa revolusi fisik," kata Roedhiyanto yang tak lain adalah putra Moh Kholil.
Guru dakwah Soedirman yang lain adalah KH Markhum yang saat itu menjabat sebagai imam besar Masjid Cilacap. KH Markhum diketahui pernah menjadi santri di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. []
Stevy Maradona
Redaktur
Kreatif
D. Purwo Widjianto
Baskoro Adhy
Nur Adi Wicaksono
Gilang EF