freepik

Deepfake dapat dimanfaatkan oleh otokrasi seperti Rusia untuk merusak demokrasi.

Oleh Qomariah Kusumawardhani

Anda mungkin pernah melihat deepfake sebelumnya. Misalnya, aktor Amerika Serikat (AS) Tom Cruise nampak sedang asyik bermain gitar di TikTok, Barack Obama menyebut Donald Trump sebagai ‘omong kosong penuh’, atau Mark Zuckerberg yang tengah mengaku memiliki kendali atas ‘miliaran data orang yang dicuri’.

 

Dilansir dari Daily Mail, Kamis (16/2/2023), deepfake adalah bentuk kecerdasan buatan yang menggunakan ‘deep learning’ untuk memanipulasi audio, gambar, dan video, membuat konten media hiper-realistis. Istilah ‘deepfake’ diciptakan pada 2017 ketika pengguna Reddit mengirim video porno yang dimanipulasi ke forum. Video tersebut menukar wajah selebriti seperti Gal Gadot, Taylor Swift dan Scarlett Johansson, menjadi bintang porno.

 

Deepfake menggunakan subset kecerdasan buatan (AI) yang disebut deep learning untuk membangun contoh media yang dimanipulasi. Metode yang paling umum menggunakan ‘deep neural networks’, ‘encoder algorithms’, video dasar tempat Anda ingin menyisipkan wajah orang lain dan kumpulan video target Anda.

 

Deep learning AI mempelajari data dalam berbagai kondisi dan menemukan fitur umum antara kedua subjek sebelum memetakan wajah target pada orang di video dasar. Generative Adversarial Networks (GANs) adalah cara lain membuat deepfake. GAN menggunakan dua algoritme learning machine (ML) dengan peran ganda.

 

Algoritma pertama membuat pemalsuan, dan yang kedua mendeteksinya. Proses selesai saat model ML kedua tidak dapat menemukan ketidakkonsistenan. Keakuratan GAN tergantung pada volume data. Itulah mengapa Anda melihat begitu banyak politisi, selebriti, dan bintang film dewasa palsu, karena sering kali ada banyak media dari orang-orang tersebut yang tersedia untuk melatih algoritme machine learning.

Pixabay

Keberhasilan dan kegagalan deepfake

 

Contoh terkenal dari deepfake atau ‘cheapfake’ adalah peniruan kasar Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy yang tampak menyerah kepada Rusia dalam sebuah video yang beredar luas di media sosial Rusia tahun lalu. Klip itu menunjukkan presiden Ukraina berbicara dari mimbar ketika dia meminta pasukannya untuk meletakkan senjata mereka dan menyetujui pasukan penyerang Putin.

 

Pengguna internet yang cerdas segera menandai ketidaksesuaian antara warna leher dan wajah Zelensky, aksen aneh, dan pikselasi di sekitar kepalanya. “Anda dapat dengan jelas melihat perbedaannya. Ini bukan deepfake terbaik yang pernah kami lihat, bahkan tidak mendekati,” kata Mounir Ibrahim, yang bekerja untuk Truepic, sebuah perusahaan yang membasmi deepfake di dunia daring,mengatakan kepada Daily Beast.

 

Sebaliknya, salah satu deepfake paling meyakinkan di media sosial saat ini adalah akun parodi TikTok ‘deeptomcruise’. Akun tersebut dibuat pada Februari 2021 dan memiliki lebih dari 18,1 juta likes dan lima juta pengikut.

 

Akun parodi itu mengirim versi parodi hiperrealitas dari bintang Hollywood tersebut yang melakukan berbagai hal. Mulai dari trik sulap, bermain golf, mengenang saat dia bertemu dengan mantan Presiden Uni Soviet dan berpose dengan model Paris Hilton.

 

Dalam satu klip, Cruise terlihat memeluk Hilton saat mereka berpura-pura menjadi pasangan. Sang aktor kemudian memberi tahu Hilton “Kami benar-benar cantik”, yang membuat perempuan kelahiran 1981 ini tersipu dan berterima kasih padanya. Sambil bercermin, Hilton memberitahu sang aktor, “Tampak sangat pintar Tuan Cruise”.

 

Video lain yang dibagikan ke akun tersebut memperlihatkan deepfake Cruise mengenakan kemeja Hawaii yang meriah sambil berlutut di depan kamera. Dia menunjukkan koin dan membuatnya menghilang- seperti sihir. “Saya ingin menunjukkan kepada Anda beberapa sihir,’ kata si penipu sambil memegang koin.

Deepfake adalah alat yang sangat kuat dan dapat digunakan untuk kebaikan atau kejahatan.

Deepfake dan Potensi Ancaman

 

Terlepas dari adanya nilai hiburan yang selama ini terlihat dari deepfake, beberapa ahli telah memperingatkan bahaya yang mungkin mereka timbulkan. Direktur Kelompok Riset Keamanan Siber King’s College, London, Inggris, Dr Tim Stevens telah memperingatkan tentang potensi deepfake yang digunakan untuk menyebarkan berita palsu dan merusak keamanan nasional.

 

Stevens mengatakan teknologi itu dapat dimanfaatkan oleh otokrasi seperti Rusia untuk merusak demokrasi, serta memperkuat legitimasi untuk tujuan kebijakan luar negeri seperti berperang. Dia  mengatakan deepfake Zelenskyy ‘sangat mengkhawatirkan’ karena ada orang yang ‘mempercayainya’. Ada juga orang yang ‘ingin mempercayainya’.

 

CEO perusahaan keamanan siber Fortalice, Theresa Payton mengatakan deepfake AI juga berpotensi menggabungkan data nyata untuk menciptakan ‘Franken-frauds’ yang dapat menyusup ke perusahaan dan mencuri informasi. Dilansir dari Fox5 Atlanta, disebut  sebagai 'Frankenstein frauds' karena dapat pencuri identitas kemudian menciptakan orang baru, dengan cara mencuri potongan-potongan dari beberapa orang sekaligus.

 

Dia mengatakan ‘era peningkatan kerja jarak jauh’ adalah lingkungan yang sempurna untuk jenis ‘orang AI’ ini untuk berkembang. “Ketika perusahaan mengotomatiskan proses pemindaian resume mereka dan melakukan wawancara jarak jauh, pelaku kecurangan dan penipu akan memanfaatkan teknologi deepfake AI mutakhir untuk membuat pekerjaan “klon” yang didukung dengan identitas sintetis,” kata Payton.

 

“Perjalanan digital ke dalam identitas orang alami hampir tidak mungkin untuk dicegah, dideteksi, dan dipulihkan,” ujarnya. Stevens menambahkan, masyarakat seperti apa yang kita inginkan? Seperti apa tampilan penggunaan AI yang diinginkan? Karena saat ini tidak terkendali dan cukup berantakan.

 

Menurutnya, potensi penyalahgunaan teknologi deepfake ini bisa berangsur makin memburuk di masa depan. "Kita membutuhkan percakapan tentang untuk apa alat-alat ini dan akan seperti apa masyarakat kita di sisa abad ke-21 ini,” kata Stevens.

deepfake dan potensi gangguan keamanan nasional