Cedera olahraga juga dipengaruhi beberapa faktor risiko lain seperti usia yang memengaruhi kekuatan dan elastisitas jaringan tubuh, durasi olahraga yang berlebihan tanpa diselingi istirahat serta adanya akumulasi cedera sebelumnya yang belum tertangani dengan baik.
"Ada banyak faktor penyebab terjadinya cedera saat berolahraga. Karenanya, saat pasien berkonsultasi pertama kali, kami akan menanyakan riwayat keluhan cedera secara lengkap termasuk kronologi kejadian, ada tidaknya riwayat pengobatan atau perawatan sebelumnya, hingga riwayat cedera terdahulu," ujarnya.
Hal ini penting guna membantu dokter menegakkan diagnosis dan menentukan metode penanganan atau rencana terapi dan latihan yang sesuai dengan kondisi pasien.
Untuk mencegah cedera olahraga, disarankan untuk berolahraga dengan teknik yang tepat serta menggunakan pakaian dan peralatan olahraga yang layak. Selain itu, tidak berlebihan dalam berolahraga, melakukan pemanasan sebelum berolahraga, serta melakukan pendinginan setelah berolahraga. Jangan lupa melanjutkan aktivitas dengan perlahan, istirahat dan tidur yang cukup serta melakukan olahraga sebelumnya dengan tuntas.
Metode ‘PRICE’
Lantas, apakah langkah yang tepat untuk penanganan pertama terhadap cedera? Penanganan cedera olahraga yang tepat sangat diperlukan agar pegiat olahraga dapat kembali beraktivitas dan berolahraga dengan nyaman untuk mengurangi risiko cedera berulang di kemudian hari.
Dokter Grace mengatakan penanganan pertama pada cedera olahraga adalah metode ‘PRICE’. Metode ini dilakukan pada 24-72 jam pertama setelah terjadinya cedera. PRICE terdiri dari protect, rest, ice, compression, dan elevation. "Kompres dengan es selama 10 sampai 15 menit per empat jam," kata dia memberi saran.
FREEPIK
Jika cedera terlihat atau terasa parah, segera dikonsultasikan dengan dokter. Dokter akan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang akan dilakukan MRI, CT-Scan dan X-Ray. Penanganan cedera olahraga juga dapat dilakukan secara operatif dengan minimal invasif dan nonoperatif (modalitas terapi dan latihan). Melakukan latihan menjadi hal yang penting dalam proses pemulihan cedera olahraga. "Penanganan cedera olahraga dapat berbeda-beda, tergantung penyebab dan rasa cederanya," tambahnya.
Penanganan segera pada cedera olahraga bertujuan untuk mengurangi nyeri dan mengurangi aliran darah ke area cedera yang menambah parah inflamasi (peradangan) yang terjadi. Penanganan segera memungkinkan alternatif metode penanganan lebih banyak, sehingga pasien memiliki banyak opsi untuk pemulihan lebih optimal. "Selain itu juga mengurangi risiko cedera memburuk atau munculnya cedera lanjutan di masa yang akan datang," ujarnya.
Penanganan cedera olahraga yang tidak tuntas berisiko mengalami cedera berulang di area yang sama. "Cedera berolahraga sebaiknya ditangani segera sampai tuntas agar cedera tidak memburuk atau berisiko menimbulkan cedera lanjutan di kemudian hari," ujarnya.
Dokter Grace mengungkapkan tanda bahaya pada cedera olahraga. Segera konsultasikan ke dokter atau unit gawat darurat rumah sakit apabila ada luka terbuka dan tulang atau sendi terlihat tidak pada tempatnya.
Waspada juga bila nyeri tidak mereda setelah ‘PRICE’ dan pembengkakan tidak mereda setelah 'PRICE'. Jika Anda juga menemukan kelemahan pada anggota tubuh dan adanya keterbatasan hingga hilangnya gerakan anggota tubuh di area cedera, itu juga wajib diwaspadai
Sebagai salah satu atlet dari klub Indonesian Basket League (IBL) West Bandits Solo, Habib Titoaji menjadikan olahraga sebagai pekerjaan. Tak ayal, saat bermain basket tentu cedera olahraga adalah salah satu risiko yang tak dapat dihindari. Baru-baru ini, atlet berusia 24 tahun itu mengalami putus tendon ACL dan robek meniscus grade 2.
Pria yang biasa disapa Tito itu kemudian menjalani tindakan bedah minimal invasif guna menyambung ligamen yang putus. Bedah minimal invasif merupakan suatu tindakan bedah yang lebih meminimalkan luka sayatan dan rasa nyeri pada pasien dengan risiko komplikasi yang lebih rendah dan masa pemulihan yang lebih singkat. Tito juga menjalani program pemulihan pascacedera. Penanganan cedera yang cepat dan tepat berperan penting dalam menentukan kariernya di masa depan.
Sejatinya, bukan hanya atlet, keinginan untuk memiliki gaya hidup sehat mendorong minat masyarakat semakin aktif berolahraga. Meningkatnya jumlah pegiat olahraga berbanding lurus dengan risiko gangguan kesehatan akibat cedera olahraga. Masyarakat awam seperti pegiat olahraga maupun atlet profesional memiliki risiko untuk mengalami berbagai cedera ketika olahraga.
Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga RS Pondok Indah Bintaro Jaya, dr Grace Joselini Corlesa, SpKO, MMRS menjelaskan cedera olahraga adalah kerusakan pada jaringan tubuh yang terjadi akibat olahraga atau latihan fisik. "Seseorang memiliki risiko mengalami cedera olahraga apabila dia tidak rutin berolahraga, misalnya olahraga hanya dilakukan seminggu sekali dalam jangka waktu yang lama bahkan hingga empat jam," ujarnya dalam konferensi pers Sport Medicine, Injury & Recovery Center (SMIRC) di RS Pondok Indah , Bintaro Jaya.
Selain itu, orang yang tidak melakukan pemanasan yang adekuat sebelum berolahraga juga rentan mengalami cedera olahraga. Risiko lainnya adalah melakukan olahraga yang banyak melakukan kontak fisik antara pemain atau contact sports misalnya sepak bola, bola basket, dan lainnya.
Menurut Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga RS Pondok Indah Bintaro Jaya, dr Grace Joselini Corlesa, SpKO, MMRS, cedera olahraga dapat dibedakan berdasarkan mekanisme cedera dan onset atau waktu muncul gejalanya. Apa sajakah cedera yang paling umum terjadi? Berikut di antaranya.
yogendra singh/unsplash
Cedera akut.
Cedera terjadi secara mendadak dan memiliki gejala awal (onset) yang jelas. Gejalanya nyeri muncul tiba-tiba, ada bengkak, kekuatan otot berkurang, tampak kelainan bentuk atau ukuran tulang.
Cedera overuse.
Cedera terjadi secara perlahan. Gejalanya nyeri muncul saat beraktivitas, terkadang muncul nyeri tumpul kadang disertai bengkak.
Anterior cruciate ligament (ACL).
ACL merupakan jaringan kuat yang menghubungkan tulang paha ke tulang kering dan membantu menstabilkan lutut. Pendaratan yang kurang sempurna ketika melompat atau berubah arah secara tiba-tiba dapat memberikan tekanan kepada ACL dan menyebabkan ligamen robek atau pecah.
Cedera hamstring.
Cedera ini merupakan kondisi ketika otot paha bagian belakang mengalami tarikan atau robekan.
Cedera ankle, cedera kaki dan pergelangan kaki.
Ini dapat berupa cedera tendon, keseleo hingga patah tulang.
Cedera golfer's elbow atau medical epicondylitis.
Ini merupakan peradangan pada ujung siku bagian dalam.
Cedera tennis elbow atau lateral epicondylitis.
Terjadi peradangan pada ujung siku bagian luar.
Cedera meniskus.
Cedera tersebut disebabkan oleh putaran yang kuat sehingga menyebabkan jaringan tertentu dibagian lutut robek.
hanson lu/unsplash
freepik
toralf thomassen/unsplash
top
Kegiatan olahraga dilakukan oleh berbagai kalangan dengan latar belakang yang beragam, mulai dari orang awam, pegiat olahraga, hingga atlet profesional. Masing-masing kalangan tentu memiliki kebutuhan dan ekspektasi yang berbeda-beda akan pemulihan cederanya.
Akan tetapi, cedera olahraga, baik ringan maupun berat, memerlukan penanganan yang komprehensif hingga tuntas untuk mengurangi risiko cedera yang lebih serius di kemudian hari.
Pada tahap awal penanganan cedera olahraga, teknologi medis terkini seperti Cyrotheraphy (terapi dingin), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan Ultrasound Therapy cukup banyak digunakan untuk mengurangi nyeri dan mempercepat proses penyembuhan radang/inflamasi di area sekitar cedera.
Setelah peradangan berhasil diatasi, pasien dapat mulai menjalani program terapi selanjutnya untuk mengembalikan fungsi gerak dan memperkuat otot di sekitar area cedara. Di Sport Medicine, Injury & Recovery Center (SMIRC) di RS Pondok Indah , Bintaro Jaya, pasien akan dianjurkan untuk secara aktif berlatih dengan menggunakan berbagai macam alat olahraga yang dapat membantu mempersiapkan pasien kembali berolahraga . Pada setiap sesi latihan, pasien akan mendapat pendampingan secara pribadi dari fisioterapis khusus olahraga yang memastikan program pemulihan dilakukan dengan aman dan efektif.
Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga, Sport Medicine, Injury & Recovery Center RS Pondok Indah, Bintaro Jaya, dr Antonius Andi Kurniawan, Sp.KO, menjelaskan cedera olahraga perlu mendapat penanganan agresif dan akurat dari tim medis kompeten untuk memastikan pasien dapat kembali berolahraga tanpa rasa sakit dan risiko cedera tidak berulang di kemudian hari.
Penanganan pertama yang diberikan akan memengaruhi keseluruhan proses pemulihan pasien, mulai dari tingkat keparahan hingga lama durasi proses penyembuhan. "Untuk itu, dukungan program pemulihan yang terdiri dari modalitas terapi dan terapi exercise/yang tepat akan membantu proses penyembuhan pasien jadi lebih cepat,” ujarnya.
Pada kasus cedera berat yang menyebabkan terjadinya robekan pada tendon, ligamen, dan tulang rawan, hingga robekan rotator cuff, pemeriksaan penunjang dengan modalitas pencitraan MRI dilakukan untuk mendapat gambaran jaringan lunak dalam tubuh dengan lebih jelas. Jika didapati adanya kerusakan yang membutuhkan tindakan pembedahan, tindakan operasi minimal invasif dapat dilakukan dengan membuat sayatan kecil untuk menangani bagian yang mengalami cedera.
Dokter spesialis bedah ortopedi konsultan sports injury & arthroskopi, Sport Medicine, Injury and Recovery Center RS Pondok Indah , Bintaro Jaya, dr Andi Nusawarta, M.Kes, Sp.OT (K-Sport), menambahkan tindakan minimal invasif memberikan banyak manfaat bagi pasien dengan kasus cedera olahraga berat. Durasi operasi pada tindakan ini relatif lebih singkat, luka sayatan lebih kecil sehingga meminimalisasi kemungkinan rusaknya otot di area sekitar tindakan. "Waktu pemulihan lebih cepat sehingga pasien dapat segera melanjutkan proses terapi pemulihan selanjutnya dengan lebih nyaman,” ungkapnya.
Tak hanya penanganan cedera olahraga yang membutuhkan penanganan agresif dan akurat. Para pasien yang baru menjalani operasi besar juga membutuhkan terapi pemulihan dan latihan agar dapat kembali beraktivitas dan berolahraga seperti sedia kala.
Apabila cedera ditemukan pada beberapa lokasi berbeda (multi-trauma) atau terjadi di lokasi yang sangat spesifik pada satu area tertentu, dokter spesialis bedah ortopedi konsultan cedera olahraga dan arthroskopi dapat melakukan joint-operation, yaitu tindakan operasi gabungan untuk menangani cedera olahraga tersebut bersama dengan tim dokter spesialis bedah ortopedi dari berbagai subspesialisasi yang juga berpraktik di RS Pondok Indah , Bintaro Jaya.
Selain itu, setelah tindakan, pasien juga dapat melakukan terapi yang berkesinambungan dengan fisioterapis khusus olahraga di bawah pemantauan dokter tanpa perlu berpindah fasilitas kesehatan.