Satria Kartika Yudha

Redaktur

KH MA'RUF AMIN

Membangun Peradaban Suku Asli Papua

“Di sana itu surga dunia. Kalau mancing terus masak nasi, ikannya sudah dapat walau nasinya belum matang,” ujar Rektor Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong Rustamadji saat bercerita kepada Republika di Jakarta, belum lama ini.

 

Ceritanya merujuk kepada Pulau Arar. Sepotong surga kecil di sebelah barat Sorong, Papua Barat. Hamparan pantai berpasir putih menjadi pemandangan rutin di sana.

Rustamadji yang berkenalan dengan pulau itu pada 1996 mengungkapkan, warga setiap hari piknik di pulau itu. Namun, ada ironi di tengah keindahan Pulau Arar. Mereka hanya memiliki sebuah sekolah dasar. Amat jarang yang mau keluar pulau untuk melanjutkan sekolah. Lalu, dia pun berinisiatif mengembangkan labschool untuk tingkat SMP dan SMA.

 

Kepedulian Rustamadji untuk warga asli Papua memang teruji. Selain di Pulau Arar, Proyek kemanusiaan Rustamadji juga menyentuh warga suku Kokoda. Dia menginisiasi sebuah kampung untuk warga yang konon masih keturunan masyarakat Tidore itu.

 

Suku Kokoda dikenal masih hidup nomaden. Mereka kerap berburu masuk keluar hutan untuk mendapat makanan. Wataknya tergolong keras. Pada satu kali, mereka pernah menggergaji besi-besi fondasi yang dibangun sekolah anak-anak mereka. Besi-besi itu dijual untuk membeli rokok. “Padahal, itu (pembangunan) fondasi kita tinggal sebentar untuk cari dana,” ungkap dia.

Karakter warga asli yang keras tidak membuat Rustamadji menyerah. Dia malah bersemangat untuk membangun rumah dan sekolah untuk mereka. Perlahan, kehidupan warga Kokoda berubah. Mereka pergi ke sekolah dan belajar untuk hidup berinteraksi dengan warga lainnya. Untuk warga Pulau Arar, sudah banyak yang bersekolah. Lulusannya menjadi guru, bidan, hingga polisi.

 

Harian Republika menobatkan Rustamadji sebagai salah satu penerima anugerah Tokoh Perubahan 2018. Berikut adalah petikan wawancara wartawan Republika Fuji Eka Permana dengan mantan guru itu di kantor Republika, Jakarta,  Ahad (14/4).

Kapan pertama kali hijrah ke Papua?

Saya bersama orang tua hijrah ke Papua pada 20 Januari 1972 atau saat saya berusia 16 tahun. Hingga saat ini, saya meyakini Papua adalah tempat yang menyenangkan. Sebagai buktinya sampai hari ini saya belum punya rencana atau berkeinginan beranjak kaki dari Papua, karena Papua sungguh menyenangkan.

 

Kalau landasan pikiran kita positif, ternyata di mana saja bisa maju. Sebab Allah memberikan peluang yang sama kepada semua manusia untuk bisa maju. Begitu pula dengan Papua. Papua juga bisa maju.

Masyarakat Papua sangat menerima kehadiran Muhammadiyah. Begitu juga Pemerintahan Kabupaten Sorong dan Provinsi Papua Barat kerap mendukung gerakan Muhammadiyah di bidang pendidikan.

 

Landasan berpikir kita positif. Walau banyak masyarakat Kristen di Papua, kita memandang dan menganggap mereka saudara. Banyak masyarakat Kristen yang belajar di sekolah Muhammadiyah. Muhammadiyah dan masyarakat Papua bisa hidup rukun dan damai.

 

Bagaimana awal mula membantu masyarakat di Pulau Arar?

Tahun 1996 saya datang ke Pulau Arar yang kecil dan indah di Kabupaten Sorong, Papua Barat. Saat ini, penduduk pulau tersebut ada sebanyak 450 sampai 500 orang. Ternyata masyarakat di sana membutuhkan hewan kurban.

Pada 1998, saya sedang menonton televisi yang menayangkan sebuah wawancara tentang program Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa. Dulu, belum ada internet dan ponsel, jadi saya menulis surat kepada Dompet Dhuafa. Supaya program THK sampai ke Pulau Arar.

 

Walau belum pernah bertemu dengan pengurus Dompet Dhuafa, mereka memberikan amanah kepada saya untuk menjalankan program THK di Pulau Arar. Namun, sekarang amanah tersebut sudah saya limpahkan ke anak-anak muda untuk melanjutkan program THK Dompet Dhuafa di sana.

 

Dulu, saya berkomunikasi dengan Dompet Dhuafa masih menggunakan telepon dan faksimile. Saya juga masih memakai kamera analog yang menggunakan film negatif untuk membuat laporan program THK. Laporan tersebut kemudian di kirim ke Dompet Dhuafa di Jakarta. Sampai sekarang THK Dompet Dhuafa setiap tahun membawa sapi dua sampai tiga ekor ke Pulau Arar.

Ternyata di Pulau Arar hanya ada SD. Padahal, masyarakat Pulau Arar sudah hidup di sana beberapa generasi. Kalau ada 20 anak lulus SD, hanya satu sampai dua anak saja yang akan melanjutkan sekolah di luar pulau. Sebab kehidupan dan kekerabatan masyarakat di Pulau Arar sangat menyenangkan.

 

Selama 24 jam waktu di Pulau Arar adalah piknik karena pemandangan di sana setiap saat sangat indah. Ingin makan ikan tinggal memancing langsung dapat ikan. Jadi, anak-anak di sana enggan untuk beranjak pergi meninggalkan Pulau Arar.

 

Jika anak-anak disuruh tinggal di luar pulau bersama keluarga atau kerabatnya, mereka tidak akan tahan dengan suasana luar. Apalagi, tinggal di asrama untuk pesantren atau melanjutkan sekolah. Maka, satu-satunya cara adalah mendekatkan sekolah ke Pulau Arar.

 

Mahasiswa juga melakukan pengabdian masyarakat di Pulau Arar?

Pada 2007, saya bersama Unimuda Sorong membangun SMP lab school di Pulau Arar. Saat itu, listrik belum sampai ke sana, tapi kegiatan belajar mengajar tetap dilaksanakan. Anak-anak yang lulus SD diarahkan agar melanjutkan sekolah ke SMP lab school.

 

Mahasiswa Unimuda Sorong mengajar di SMP tersebut. Mereka melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Pulau Arar. Banyak pula yang secara suka rela mengajar di sana.

 

Setelah merasakan manfaatnya, masyarakat di sana meminta lagi Unimuda Sorong untuk membangun SMA lab school. Kemudian pada 2011, dibangun kembali SMA lab school. Kini, anak-anak Pulau Arar ada yang menjadi dai cilik, bidan, suster, polisi, tentara, dan lain-lain.

Memang memperjuangkan suku Kokoda agar lebih layak bukan sekadar memaksimalkan ikhtiar. Kita harus bekerja ekstra dan ekstrem serta tidak main-main.

Anda juga membangun suku Kokoda. Bagaimana ceritanya?

Unimuda Sorong berpandangan, sebagai perguruan tinggi kewajibannya bukan hanya mengajar. Melainkan juga melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Menurut saya, untuk melakukan pengabdian terhadap masyarakat harus betul-betul terasa manfaatnya oleh masyarakat.

 

Pada 2007, kami melihat ada kampung tempat tinggal bagi 350 orang masyarakat suku Kokoda di Kabupaten Sorong, Papua Barat. Kehidupan Suku Kokoda masih terbelakang. Watak mereka pun terkenal sangat keras dan sulit diatur.

 

Organisasi dan lembaga-lembaga yang ada tidak mau mendekati suku Kokoda. Namun, Unimuda Sorong berusaha mendekati suku Kokoda sebagai bagian dari pengabdian masyarakat. Awalnya banyak yang mencemooh saat kita mencoba membantu suku Kokoda. Sebab, selama ini suku Kokoda selalu identik dengan sesuatu yang negatif. Bahkan keberadaan mereka kerap dianggap sebagai masalah bagi masyarakat suku lain.

 

Namun, saya pikir, kalau kita tidak peduli terhadap mereka, tentu mereka akan lebih parah kondisinya. Jadi, kita harus berbuat sesuatu untuk suku Kokoda. Memang suku Kokoda masih terbelakang kalau dibanding dengan suku-suku lain. Kalau mereka diajak bercerita tentang masa depan anak-anaknya, mereka enggan dan tidak tertarik. Namun, kalau ditawari uang, mereka tiba-tiba bersemangat.

Anak-anak kecil suku Kokoda juga kerap mengambil hasil tani masyarakat transmigrasi. Sehingga masyarakat di sekitar tidak peduli lagi dengan suku Kokoda, bahkan banyak yang memusuhinya. Saya katakan kepada publik, jika publik tetap memusuhi suku Kokoda, mereka akan tetap menjadi masalah seperti itu.

 

Untuk mengawalinya, kita membangun masjid di Kampung Kokoda pada 2008, karena mayoritas penduduk di sana sudah beragama Islam. Ternyata anak-anak suku Kokoda juga membutuhkan pendidikan. Maka, mahasiswa Unimuda Sorong dilatih agar bisa memberikan pendidikan kepada anak-anak Kampung Kokoda.

Kegiatan belajar dan mengajar awalnya dilakukan di masjid. Sasarannya anak-anak agar mereka bisa mengenyam pendidikan TK. Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, kami mendapatkan dana untuk membangun sekolah TK dan SD di Kampung Kokoda pada 2010. Namanya TK lab school dan SD lab school.

 

Apa tantangan yang dihadapi dalam membangun Kampung Kokoda?

Anak-anak di suku Kokoda tidak bisa dipaksa untuk mengenakan seragam saat belajar dan belajar tidak bisa sesuai jadwal. Jadi, konsep belajarnya dibuat menyenangkan, fleksibel dan tidak memaksa.

Saat pembangunan TK lab school dan SD lab school dimulai, tahap pertama hanya bisa membangun fondasinya. Karena belum ada dana tambahan untuk melanjutkan pembangunan, pembangunan terhenti. Ternyata besi-besi yang menjadi bagian dari pondasi dijarah oleh masyarakat Kampung Kokoda. Besi tersebut dijual untuk membeli rokok.

 

Kondisi seperti itu tidak membuat langkah perjuangan berhenti. Kalau berhenti tentu tidak akan melahirkan hasil yang nyata. Kondisi seperti itu saya anggap sebagai tantangan yang menarik dan semakin memacu semangat. Dengan perjuangan yang konsisten dan sabar, pada akhirnya TK lab school dan SD lab school dapat berdiri di Kampung Kokoda. Namun, tantangan baru muncul.

Saat mahasiswa Unimuda Sorong datang ke sekolah untuk mengajar, kadang murid-muridnya belum masuk kelas. Sehingga mereka harus menjemput anak-anak suku Kokoda di rumahnya masing-masing. Alhamdulillah, sekarang anak-anak suku Kokoda sudah banyak yang belajar di SMA dan perguruan tinggi. Kesadaran mereka terhadap pendidikan makin meningkat.

 

Bagaimana tantangan pemberdayaan ekonomi suku Kokoda?

Unimuda Sorong melakukan upaya lanjutan untuk memberdayakan ekonomi untuk suku Kokoda melalui bidang peternakan. Masyarakat di sana dilatih untuk bisa memelihara sapi. Tetapi sapi yang dipelihara mereka mati.

 

Saya bertanya, mengapa sapinya bisa sampai mati? Mereka menjawab tidak tahu, ternyata sapi harus diberi minum agar tetap hidup. Memang aneh, tapi jawaban mereka seperti itu. Peternak lain ada yang mengikat sapi dengan tambang sampai kaki sapi terluka dan sakit.

 

Mereka juga diajari bertani, tapi hanya semangat di awalnya. Kondisi seperti itu membuat suku Kokoda jauh dari bantuan pemerintah. Namun, saya dan Unimuda Sorong melihat hal ini sebagai tantangan dalam melakukan pengabdian terhadap masyarakat.

 

Memang memperjuangkan suku Kokoda agar hidup layak bukan sekadar memaksimalkan ikhtiar. Kita harus bekerja ekstra dan ekstrem serta tidak main-main. Sebab, suku Kokoda adalah masyarakat yang luar biasa, kalau ikhtiarnya biasa-biasa saja tidak akan berdampak. Jadi, harus melakukan ikhtiar luar biasa agar bisa diterapkan ke masyarakat yang luar biasa.

 

Selain di bidang pendidikan dan ekonomi, apa yang dilakukan Unimuda Sorong untuk suku Kokoda?

Suku Kokoda tinggal di dekat permukiman transmigrasi. Ternyata suku Kokoda tinggal di tanah yang bukan miliknya. Padahal, mereka masyarakat asli Papua. Mengetahui hal itu membuat kita merasa kasihan kepada mereka. Sementara masyarakat yang transmigrasi ke sana sudah memiliki tanah dan tempat tinggal yang layak.

Kita berusaha mencari bantuan untuk suku Kokoda. Alhamdulillah, mendapatkan dukungan dan bantuan dari Majelis Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah untuk membeli tanah seluas satu hektare. Kemudian mendapat bantuan lagi seluas satu hektare. Jadi, sekarang suku Kokoda tinggal di tanah seluas dua hektare.

 

Kondisi rumah mereka juga sangat tidak layak. Jadi, kita berpikir kembali untuk memberikan tempat tinggal yang layak kepada mereka. Beruntung kita bisa mendapat bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Akhirnya sebanyak 57 rumah permanen telah berdiri untuk masyarakat suku Kokoda.

Nenek moyang suku Kokoda sebenarnya sudah memeluk Islam. Namun, Unimuda Sorong harus mendidik ulang mereka. Sebab, mungkin masih ada masyarakat yang belum bisa bacaan shalat dengan benar. Mungkin juga masih ada yang belum bisa membaca Alquran.

 

Unimuda Sorong dengan sabar mendidik mereka, mulai dari anak-anak hingga orang tua dididik ulang. Tantangannya mendidik anak-anak lebih mudah dibanding mendidik orang tua. Ibu-ibu suku Kokoda pun dilatih agar bisa mengelola posyandu.

 

Sekarang, suku Kokoda telah mendapatkan dana desa. Mereka sedang berusaha membuat bagan atau alat penangkap ikan di laut. Sehingga masyarakat di sana bisa panen ikan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

 

Apa tantangan suku Kokoda kedepan?

Tantangan suku Kokoda saat ini dan kedepan adalah membangun karakter. Maka lembaga swasta, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan perguruan tinggi harus punya keberpihakan yang nyata.

Program utama yang dibutuhkan suku Kokoda adalah membangun karakter. Supaya mereka yang kurang rajin menjadi rajin, yang tidak semangat menjadi semangat, dan dari budaya konsumtif menjadi produktif. Hal itu yang harus diubah secara perlahan dan konsisten.

Sebab, kalau karakter saudara-saudara kita tidak diubah, sampai kiamat pun tidak akan selesai masalahnya. Jadi, kalau pikirannya diubah menjadi produktif, lama-lama mereka tidak lagi hanya menunggu pemberian orang lain, tapi malah bisa memberi kepada orang lain.

 

Suku Kokoda kalau diberi uang, mereka berpikir bagaimana menghabiskan uang, bukan berpikir bagaimana mengembangkan uang. Jadi, kalau tidak ada upaya mengubah karakter mereka dari tangan di bawah menjadi tangan di atas, masalah tidak akan selesai, meski sampai kiamat.

 

Mengapa Anda rajin bangun sekolah di Kabupaten Sorong?

Awalnya saya tinggal di Jayapura. Kemudian pindah ke Kabupaten Sorong dan menjadi guru di SMA Muhammadiyah Sorong pada 1981. Karena mengajar di sekolah Muhammadiyah dan senang berorganisasi, saya pun aktif dalam organisasi-organisasi Muhammadiyah, ICMI, MUI, dan lain-lain.

 

Sejak saat itu, saya bersama teman-teman mendirikan sekolah-sekolah Muhammadiyah di Sorong. Sekarang sudah ada sekolah TK, SD, MI, SMP, MTs, SMA, SMK, dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Hingga saat ini, sudah ada sekitar 20 TK Aisyiyah, delapan SD dan MI, tujuh SMP dan MTs, tiga SMA, dan dua SMK. Hal ini membuktikan bahwa Muhammadiyah benar-benar di terima di tanah Papua.

 

Kapan Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong dibangun?

Pada 2004, mendirikan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah di Sorong. Awalnya ditertawakan dan dianggap tidak masuk akal, tapi perjuangan membangun perguruan tinggi terus berlanjut.

 

Mereka bertanya siapa yang mau kuliah di STKIP Muhammadiyah. Sebab, menurut mereka, Sorong adalah tempat transmigrasi sehingga masyarakatnya tidak memiliki biaya untuk kuliah. Awalnya banyak yang berpikiran negatif. Namun, saya tetap berjuang untuk membuktikan STKIP Muhammadiyah akan sangat bermanfaat bagi masyarakat Papua.

Pada 2017 terbukti, STKIP Muhammadiyah di Sorong menjadi perguruan tinggi terbaik di Papua. Kemudian pada 2018, STKIP Muhammadiyah menjadi Universitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong. Bahkan Unimuda Sorong mendapatkan dukungan dari pemerintah kabupaten dan provinsi.

Sejak STKIP Muhammadiyah berdiri sampai sekarang menjadi Unimuda Sorong, tidak pernah terjadi konflik dengan masyarakat sekitar. Jumlah mahasiswa Unimuda Sorong mencapai 4.700 orang. Mayoritas mahasiswa asli masyarakat Papua yang beragama Kristen. Karena prestasinya, Unimuda juga sering mendapatkan penghargaan berupa hibah dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

 

Unimuda Sorong juga memiliki slogan yakni bersih, indah, menyenangkan, mencerdaskan, dan bersahabat. Sehingga lingkungan kampus tetap terjaga kebersihannya setiap saat. Insya Allah tamu tidak akan melihat sampah plastik saat berkunjung ke kompleks kampus.

Unimuda Sorong menyediakan taman untuk mahasiswa duduk, mengakses Wi-Fi gratis dan swafoto. Meski tempat tinggalnya jauh dari kampus, mereka rela berjalan jauh untuk menikmati lingkungan kampus yang nyaman. Bahkan sekarang Unimuda Sorong menjadi tempat wisata, banyak nenek-nenek, ibu-ibu, dan anak-anak yang berkunjung.

 

Apa yang dibutuhkan masyarakat Papua?

Menurut saya, untuk membantu Papua, prioritas pertama adalah pendidikan dan pembangunan karakter. Dengan pendidikan mereka menjadi cerdas, kuat, dan bisa berbuat.

 

Kalau sekadar memberi bantuan materi kepada mereka, mereka hanya akan menunggu pemberian terus-menerus. Sehingga permasalahan tidak akan selesai.

Masyarakat di Pulau Arar khususnya membutuhkan pelatihan-pelatihan. Supaya bisa meningkatkan kompetensi mereka di bidang nelayan. Ibu-ibunya perlu juga dilatih untuk mengolah hasil tangkapan ikan. Banyak bagian ikan yang berharga terbuang karena minimnya teknologi yang digunakan mereka.

 

Anda punya program Kapal Kemanusiaan untuk warga pinggiran?

Unimuda Sorong mendapat bantuan berupa kapal kemanusiaan. Kapal tersebut pemberian dari Asia Muslim Charity Foundation (AMCF) yang pusatnya berada di Dubai, Uni Emirat Arab. Kini sudah tiga tahun Unimuda Sorong, AMCF, MER-C, dan Baznas bekerja sama untuk menjalankan program kapal kemanusiaan tersebut.

Kapal kemanusiaan bisa mengangkut 25 orang, selama setahun mereka berlayar ke 36 titik daerah. Kapal kemanusiaan menjalankan program kesehatan, pendidikan, dakwah, dan lain sebagainya.

 

Kapal kemanusiaan bisa membawa dokter spesialis, paramedis, obat-obatan, tenaga pendidik untuk memberi pelatihan kepada guru-guru di kampung, dan para dai. Ada juga program perbaikan, misalnya memperbaiki mushala dan jembatan.

 

Sebelum kapal kemanusiaan mengunjungi kampung-kampung di Papua. Tim melakukan survei untuk melihat kebutuhan masyarakat yang akan dikunjungi. Misalnya di suatu kampung banyak anak-anak belum khitan dan banyak yang mengidap katarak. Maka, kapal kemanusiaan akan melakukan program khitan dan operasi katarak di sana.

 

Intinya untuk membangun dan memajukan Papua, kita harus melakukan kegiatan yang serius, ekstra, dan ekstrem. Sebab, hasil yang ekstrem hanya bisa dicapai dengan usaha yang ekstrem juga.

 

Apa makna perubahan menurut Anda?

Perubahan artinya hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Besok harus lebih baik daripada hari ini. Saya membaca surah al-A'raf ayat 96, artinya, "Tuhan akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi kepada penduduk sebuah negeri dengan syarat penduduk negeri tersebut beriman dan bertakwa."

Sampai sekarang, tidak ada keterangan yang mengatakan untuk mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi khusus untuk suatu tempat atau khusus untuk bangsa tertentu saja. Artinya semuanya bisa mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi, asalkan penduduknya beriman dan bertakwa.

 

Setelah saya renungkan ayat tersebut, artinya Allah memberikan peluang yang sama kepada semua jengkal tanah yang ada di dunia ini untuk maju. Untuk mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi syaratnya beriman dan bertakwa. Artinya sumber daya manusianya harus baik dan maju. Maka kita tinggal belajar dengan baik agar bisa maju.

 

Menurut saya, di Sorong juga bisa maju, jangan berdalih Sorong sulit maju seperti Jakarta. Sebab, semua manusia, suku, bangsa, dan ras yang ada di dunia ini diberi peluang yang sama untuk maju.

 

Saya sering mengatakan kepada masyarakat Papua, peluang kita sama dengan suku-suku lain yang ada di dunia ini. Maka kita harus menjadi lebih baik karena kita bisa menjadi lebih baik. Tinggal kita mengubah pola pikir dari yang negatif menjadi positif.

 

Saya juga terinspirasi dari surah Muhammad ayat 7, artinya hai orang-orang yang beriman apabila kamu menolong agama Allah pasti Allah akan menolong kamu, dan Allah akan meneguhkan kedudukanmu.

 

Artinya, kita jangan khawatir kekurangan, aktivis yang membantu agama Allah pasti akan dimuliakan. Aktivis tidak akan gagal karena seorang aktivis tidak akan menyerah. Menurut saya, orang yang gagal adalah orang yang berhenti berusaha. Kalau kita tidak berhenti berusaha sebenarnya kita sedang proses menuju keberhasilan. Maka jangan berhenti jika tidak ingin gagal.

 

Kita juga harus meluruskan niat, kemudian ikhtiar dengan serius, ekstra, dan ekstrem. Kalau mau hasilnya ekstrem tentu usahanya harus ekstrem. Setelah itu kita berdoa kepada Allah dan tawakal kepada Allah. Maka kita tinggal menunggu keputusan Allah.

A Syalaby Ichsan

Redaktur

Kreatif

D. Purwo Widjianto

Baskoro Adhy

Nur Adi Wicaksono

Gilang EF

 

Rustamadji

Rektor Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong

Rusta

madji

Biodata

Nama:

Rustamadji

Lahir:

Pontianak, 1 November 1956

 

Pengalaman Organisasi:

  • Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Sorong tahun 1985-1990.
  • Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Sorong  tahun 1990-1995.
  • Ketua III Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sorong  tahun 1995-2000.
  • Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Sorong tahun 2000-2005.
  • Wakil Ketua BAZIS Kabupaten Sorong tahun 2002-2007.
  • Anggota Panitia MTQ Ke-XX Provinsi Papua tahun 2003.
  • Ketua ICMI Kabupaten Sorong tahun 2006-2011.
  • Ketua IPHI Kabupaten Sorong tahun 2006-2011.
  • Ketua MUI Kabupaten Sorong tahun 2006-2011.
  • Ketua Dewan Penasihat ICMI Kabupaten Sorong tahun 2011-sekarang.
  • Penasehat MUI Kabupaten Sorong tahun 2011-sekarang.
  • Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Provinsi Papua Barat tahun 2010-sekarang.